PASCALAUBIER – Jakarta – Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menceritakan kebiasaannya untuk tidak menggunakan Istana Negara sebagai tempat pertemuan dengan pimpinan partai politik selama masa kepemimpinannya. Langkah ini diambil SBY sebagai bagian dari upayanya untuk menjaga netralitas dan menghindari kesan politisasi Istana.
Dalam sebuah wawancara, SBY mengungkapkan bahwa ia lebih memilih tempat-tempat netral untuk melakukan pertemuan politik, seperti di rumah pribadi atau lokasi lain yang dianggap lebih tepat. “Saya selalu berusaha menjaga agar Istana tetap menjadi simbol kenegaraan yang netral. Oleh karena itu, saya memilih untuk bertemu pimpinan partai politik di tempat lain,” ujar SBY.
Keputusan SBY ini mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk pengamat politik yang menilai bahwa langkah tersebut menunjukkan komitmen SBY terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan menjaga kehormatan institusi kepresidenan. Beberapa di antaranya bahkan memuji SBY karena berhasil memisahkan urusan politik dari urusan kenegaraan.
Selama sepuluh tahun masa jabatannya, SBY dikenal sebagai sosok pemimpin yang sering melakukan pendekatan dialogis dalam menyelesaikan berbagai permasalahan politik. Sikap terbuka dan kehati-hatiannya dalam menjaga hubungan dengan berbagai partai politik juga dianggap sebagai salah satu kunci keberhasilannya dalam memimpin Indonesia selama dua periode.
SBY juga menambahkan bahwa menjaga netralitas Istana sangat penting untuk memastikan bahwa lembaga kepresidenan tetap dihormati oleh semua pihak. “Istana adalah simbol negara yang harus dijaga kehormatannya. Kita harus memastikan bahwa tempat ini tetap menjadi rumah bagi seluruh rakyat Indonesia,” tambahnya.
Cerita SBY ini menambah catatan perjalanan politiknya yang penuh dengan pelajaran berharga tentang kepemimpinan dan pentingnya menjaga institusi negara dari pengaruh politik partisan. Langkah-langkah seperti ini diharapkan dapat menjadi teladan bagi pemimpin-pemimpin masa depan dalam menjaga kehormatan dan netralitas lembaga negara.