PASCALAUBIER – Pada Januari 2025, pemerintah Indonesia berencana untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Kebijakan ini telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan akan mulai berlaku efektif pada awal tahun 2025. Kenaikan PPN ini diharapkan dapat membantu menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta meningkatkan penerimaan negara. Namun, kebijakan ini juga diperkirakan akan berdampak pada berbagai sektor, termasuk industri pariwisata dan transportasi.

Kenaikan PPN dan Dampaknya pada Harga Hotel dan Tiket Pesawat

  1. Harga Tiket Pesawat
    Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra, telah menyatakan bahwa kenaikan PPN akan mempengaruhi harga tiket pesawat. Menurut Irfan, PPN merupakan salah satu komponen penentu harga tiket pesawat, di luar tarif jarak, harga avtur, Iuran Wajib Jasa Raharja (IWJR), dan biaya tambahan (surcharge). Dengan kenaikan PPN dari 10% menjadi 12%, maskapai penerbangan diperkirakan akan menyesuaikan harga tiket pesawat untuk menutupi biaya tambahan tersebut.
  2. Harga Hotel
    Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, juga menyebutkan bahwa sektor perhotelan akan terdampak oleh kenaikan PPN. Harga hotel diperkirakan akan naik karena biaya operasional yang meningkat akibat kenaikan PPN. Hal ini tentu akan mempengaruhi daya beli konsumen dan dapat mengurangi jumlah wisatawan yang memilih untuk menginap di hotel.

Reaksi dan Kritik Terhadap Kebijakan PPN 12%

Kenaikan PPN ini telah menuai berbagai reaksi dari berbagai pihak. Beberapa pengamat ekonomi dan pelaku usaha mengkritik kebijakan ini, mengingat daya beli masyarakat yang saat ini masih lemah. Mereka khawatir bahwa kenaikan PPN akan semakin menekan konsumsi domestik dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

  1. Dampak pada Daya Beli Masyarakat
    Ekonom Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan bahwa kenaikan PPN akan mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income) masyarakat. Hal ini dianggap kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Nailul juga menekankan pentingnya pemerintah membuat kebijakan yang pro terhadap daya beli masyarakat, seperti memberikan insentif konsumsi bagi kelas menengah.
  2. Efek Domino
    Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengkhawatirkan efek domino dari kenaikan PPN ini. Menurutnya, kenaikan PPN akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa, yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat. Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pengangguran.

Tanggapan Pemerintah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% merupakan kebijakan yang telah dibahas secara mendalam dan disetujui oleh DPR. Menurut Sri Mulyani, kenaikan PPN diperlukan untuk menjaga kesehatan APBN dan kemampuan fiskal negara dalam merespons berbagai krisis. Namun, ia juga menekankan pentingnya memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat agar tidak menimbulkan kegaduhan.

Kesimpulan

Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025 diperkirakan akan berdampak signifikan pada harga hotel dan tiket pesawat. Industri pariwisata dan transportasi akan merasakan dampak langsung dari kenaikan ini, yang dapat mengurangi daya beli konsumen dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Meskipun kebijakan ini dianggap penting untuk menjaga kesehatan APBN, pemerintah perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan. Memberikan insentif dan penjelasan yang baik kepada masyarakat akan menjadi kunci untuk mengurangi potensi dampak negatif dari kebijakan ini.